Selasa, 27 Januari 2009

Morality for Beautiful Girls


Judul buku: Morality for Beautiful Girls
Penulis: Alexander McCall Smith
Penerjemah: Maria Renny
Penyunting: Hermawan Aksan
Penerbit: Bentang Pustaka
Cetakan: I, 2008
Tebal: 265 hlm


Buat kamu yang baru akan pertama kali membaca serial ini–ya, ini sebuah serial terdiri dari beberapa judul, jadi sebaiknya dibaca secara urut dari buku pertamanya : Kantor Detektif Perempuan No. 1–saya ingatkan untuk bersiap diri mendapati kisah detektif yang berbeda. Kau tidak bisa berharap akan menemukan sosok perempuan super yang akan berkelahi melawan penjahat atau karakter wanita setua Miss Marple yang memecahkan misteri sembari merajut.

Mma Ramostwe bukan tipe perempuan seperti itu. Ia seorang perempuan Afrika bertubuh tinggi besar (untuk tidak menyebutnya gemuk). Di negerinya, Botswana, wanita cantik adalah wanita bertubuh besar. Perempuan-perempuan kurus dengan dada dan bokong rata seperti para peragawati, di sana tidak dianggap seksi. Maka, Mma Ramotswe sangat bangga dan bahagia dengan ukuran tubuhnya tersebut.

Kau juga lebih baik membuang jauh-jauh harapan tentang sebuah kisah detektif yang njelimet dan penuh ketegangan seumpama Da Vinci Code, karena kau tidak akan menemukannya di buku ini. Seperti sudah kukatakan tadi, ini cerita detektif yang berbeda.

Apalagi pada buku ketiga ini, dua kasus yang ditangani Mma Ramotswe benar-benar sederhana dan biasa-biasa saja : seorang pejabat pemerintah yang mencurigai iparnya telah meracuni adik lelaki si pejabat serta mencari tahu moralitas gadis-gadis para peserta kontes kecantikan. Kasus yang sangat sepele, bukan, meskipun untuk yang pertama agak sedikit menjanjikan sebuah kisah misteri pembunuhan.

Tetapi, jangan cepat-cepat mengurungkan niat kamu untuk membaca buku ini, karena jika kamu seorang yang senang membaca kisah-kisah yang memuat hubungan antarmanusia di sebuah negeri beserta kebiasaan masyarakat dan budayanya, kamu akan menyukai cerita di buku ini.

Ada pun untuk kamu yang sudah akrab dengan Mma Ramotswe yang keren itu tapi belum membaca bagian ketiganya, aku beri tahu, di sini ia memindahkan kantornya ke bengkel Tuan JLB Matekoni, tunangannya itu yang agaknya sedang menderita depresi oleh rasa bersalah yang tidak bisa ia ceritakan kepada siapa pun. Tingkahnya menjadi aneh. Ia mogok kerja dan menelantarkan bengkelnya, ditinggalkan begitu saja bersama kedua orang pekerja magang di sana. Kedua pemuda dengan kelakuan sedikit tengil yang perlu ditertibkan.

Maka, Mma Ramotswe, seperti biasanya segera bertindak cepat membereskan semua masalah. Ia menugaskan Mma Makutsi, sekretarisnya yang lulusan Akademi Sekretaris itu, sebagai manajer pelaksana di bengkel dan menangani semua urusan pelanggan termasuk juga pembinaan kedua montir tersebut. Sementara itu, ia berniat untuk membawa tunangannya ke dokter. Setelahnya baru melakukan penyelidikan kasus si Pejabat Pemerintah.

Karakter sentral yang menjadi nyawa buku ini memang Mma Ramotswe. Namun, kali ini ia mesti berbagi porsi cukup besar dengan Mma Makutsi yang ternyata diam-diam menyimpan bakat sebagai detektif. Selama majikannya pergi menyelidiki kasus peracunan itu, ia dengan berani memutuskan menerima order lain: menyelidiki 4 orang gadis finalis kontes kecantikan. Dia harus mencari data dan informasi sebanyak-banyaknya ihwal keempat kontestan tersebut. Hasilnya kelak akan dipakai oleh panitia penyelenggara kontes sebagai bahan pertimbangan memilih juaranya.

Dibanding dua buku sebelumnya, buku ketiga ini kurang memuaskan, terutama karena kasusnya tidak menarik dengan penyelesaian yang tidak istimewa. Nyaris tak ada unsur kejutannya. Yang sedikit agak menghibur adalah kemunculan sisi lain Mma Makutsi sebagai manajer bengkel dan asisten penyelidik. Dengan gayanya yang berusaha tampak elegan, ia membuktikan bahwa perempuan tidak harus menjadi cantik dulu untuk meraih keberhasilan. Kecerdasan otak dan kebaikan hati jauh lebih penting dari sekadar memiliki wajah rupawan dan tubuh seksi menawan. Kurasa ia sedang menyindir masyarakat modern yang memuja kecantikan.

Apa boleh buat, memang demikianlah yang ingin disampaikan McCall Smith melalui kedua tokoh perempuannya ini. Kecantikan fisik (perempuan) bukanlah segalanya. Tetapi Mr. Smith, benarkah begitu?***

Tidak ada komentar: