Judul buku: Dulu Aku Tikus! Atau Sepatu Merah
Judul asli: I Was a Rat! or The Scarlet Slippers
Penulis: Philip Pullman
Penerjemah: Poppy Damayanti Chusfani
Editor: Dina Pandia
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Desember 2007
Tebal: 250 hlm
Apa jadinya jika tikus yang disihir jadi pelayan Cinderella tak bisa lagi berubah ke wujud aslinya? Yang terjadi adalah dongeng keren berjudul I Was a Rat! karya Philip Pullman. Di buku berkover ungu ini Philip Pullman kembali membuktikan kepiawaiannya mendongeng. Dengan keliaran fantasinya Pullman menyodorkan pesan-pesan moral yang dikemas dalam keajaiban-keajaiban ciptaannya. Saya tidak yakin, apakah buku ini akan juga menyenangkan anak-anak yang membacanya mengingat di dalamnya memuat berbagai hal yang mestinya menjadi konsumsi orang dewasa. Oh..jangan khawatir, bukan pornografi atau kekerasan, tetapi barangkali sebentuk gagasan, seperti kekuasaan pers dan filosofi.
Baiklah, ringkasannya begini:
Pada suatu malam, suami istri Bob dan Joan kedatangan tamu. Ia seorang anak lelaki kecil, kira-kira berumur 9 tahun, mengenakan baju pelayan lusuh, dan berkata: “Dulu aku tikus!”. Bob, si pembuat sepatu, segera mempersilakan bocah dekil itu masuk dan memberinya makan serta tempat untuk tidur malam itu. Bob dan Joan yang telah menikah 32 tahun dan tidak dikaruniai anak, segera saja merasa sayang kepada anak kecil itu dan memberinya nama Roger.
Di rumah itu, Roger belajar menjadi anak laki-laki yang baik. Makan dengan sopan, mengucapkan terima kasih, dan bersekolah. Tetapi lantaran dulunya ia adalah seekor tikus, maka sifat-sifat ketikusan masih melekat padanya. Ia suka menggerogot, mengerat, dan memakan apa saja (seperti: pensil, kasur, seprai, dll). Ia juga kabur dari sekolah karena tak mau dihukum oleh gurunya. Tentu ia dihukum karena ketidakmengertiannya akan beberapa hal yang harus dilakukan layaknya anak sekolah.
Roger tersesat dan mengalami beberapa kejadian buruk yang pada akhirnya membawanya ke penjara. Sementara itu, Bob dan Joan sedih dengan menghilangnya Roger. Mereka mencarinya ke seluruh penjuru kota sampai kemudian mereka mendapat petunjuk tentang keberadaan Roger dipenjara dari koran The Daily Scourge. Dengan berbagai cara, termasuk meminta pertolongan Putri Aurelia, suami istri yang baik hati ini berupaya mengeluarkan si Bocah Tikus dari jerat hukuman mati.
Seperti dua bukunya yang lain (Putri Si Pembuat Kembang Api dan Si Pembuat Jam), kali ini pun Pullman menyuguhkan sebuah dongeng yang menakjubkan, bukan saja untuk remaja tetapi juga bagi orang setua saya. Humor-humornya jahil, kocak, penuh sindirian kepada penguasa, petugas hukum, dan “orang-orang dewasa” lainnya yang suka sok pintar.
Kali ini Pullman mengambil setting ceritanya di Inggris, negeri yang terkenal dengan koran dan tabloidnya yang senang bergosip. Koran-koran tersebut, terutama yang besar-besar, terbukti memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap opini publik sehingga berita sepele bisa disulap menjadi head line dan bikin heboh berhari-hari. Bukan hanya masyarakat, bahkan pihak pemerintahpun sering tanpa sadar mengeluarkan kebijakan karena terpengaruh pemberitaan di surat kabar.
Dengan kekuasaan yang dimilikinya, media-media cetak itu membentuk opini publik, memutarbalikkan fakta, membuat yang baik jadi tampak buruk atau sebaliknya, semata-mata demi tiras. Memang tidak semua seperti itu, namun dalam hal ini Pullman hendak menyampaikan fakta betapa berkuasanya pers, bahkan di sebuah negera sebesar Inggris sekali pun. Inilah yang saya maksud di atas dengan “hal yang mestinya menjadi konsumsi orang dewasa”.
Mungkin Pullman terinspirasi dongeng Cinderella dalam menciptakan I Was a Rat! ini. Tokoh Roger adalah salah seekor tikus yang disihir Peri Biru jadi pelayan Sang Putri ke pesta dansa. Meskipun Sang Putri bukan Cinderella, tetapi kisahnya mirip dengan Gadis Abu itu. Kemudian Pullman meraciknya sedemikian rupa, membawa keluar tikus itu ke dunia riil manusia yang keras, penuh iri dengki, kebohongan, kejahatan moral, sekaligus juga cinta kasih yang senantiasa terbukti–dengan kekuatannya– menjadi pemenang. Tidak ada yang bisa saya ucapkan untuk buku ini selain : keren banget!***ENDAH SULWESI
Judul asli: I Was a Rat! or The Scarlet Slippers
Penulis: Philip Pullman
Penerjemah: Poppy Damayanti Chusfani
Editor: Dina Pandia
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Desember 2007
Tebal: 250 hlm
Apa jadinya jika tikus yang disihir jadi pelayan Cinderella tak bisa lagi berubah ke wujud aslinya? Yang terjadi adalah dongeng keren berjudul I Was a Rat! karya Philip Pullman. Di buku berkover ungu ini Philip Pullman kembali membuktikan kepiawaiannya mendongeng. Dengan keliaran fantasinya Pullman menyodorkan pesan-pesan moral yang dikemas dalam keajaiban-keajaiban ciptaannya. Saya tidak yakin, apakah buku ini akan juga menyenangkan anak-anak yang membacanya mengingat di dalamnya memuat berbagai hal yang mestinya menjadi konsumsi orang dewasa. Oh..jangan khawatir, bukan pornografi atau kekerasan, tetapi barangkali sebentuk gagasan, seperti kekuasaan pers dan filosofi.
Baiklah, ringkasannya begini:
Pada suatu malam, suami istri Bob dan Joan kedatangan tamu. Ia seorang anak lelaki kecil, kira-kira berumur 9 tahun, mengenakan baju pelayan lusuh, dan berkata: “Dulu aku tikus!”. Bob, si pembuat sepatu, segera mempersilakan bocah dekil itu masuk dan memberinya makan serta tempat untuk tidur malam itu. Bob dan Joan yang telah menikah 32 tahun dan tidak dikaruniai anak, segera saja merasa sayang kepada anak kecil itu dan memberinya nama Roger.
Di rumah itu, Roger belajar menjadi anak laki-laki yang baik. Makan dengan sopan, mengucapkan terima kasih, dan bersekolah. Tetapi lantaran dulunya ia adalah seekor tikus, maka sifat-sifat ketikusan masih melekat padanya. Ia suka menggerogot, mengerat, dan memakan apa saja (seperti: pensil, kasur, seprai, dll). Ia juga kabur dari sekolah karena tak mau dihukum oleh gurunya. Tentu ia dihukum karena ketidakmengertiannya akan beberapa hal yang harus dilakukan layaknya anak sekolah.
Roger tersesat dan mengalami beberapa kejadian buruk yang pada akhirnya membawanya ke penjara. Sementara itu, Bob dan Joan sedih dengan menghilangnya Roger. Mereka mencarinya ke seluruh penjuru kota sampai kemudian mereka mendapat petunjuk tentang keberadaan Roger dipenjara dari koran The Daily Scourge. Dengan berbagai cara, termasuk meminta pertolongan Putri Aurelia, suami istri yang baik hati ini berupaya mengeluarkan si Bocah Tikus dari jerat hukuman mati.
Seperti dua bukunya yang lain (Putri Si Pembuat Kembang Api dan Si Pembuat Jam), kali ini pun Pullman menyuguhkan sebuah dongeng yang menakjubkan, bukan saja untuk remaja tetapi juga bagi orang setua saya. Humor-humornya jahil, kocak, penuh sindirian kepada penguasa, petugas hukum, dan “orang-orang dewasa” lainnya yang suka sok pintar.
Kali ini Pullman mengambil setting ceritanya di Inggris, negeri yang terkenal dengan koran dan tabloidnya yang senang bergosip. Koran-koran tersebut, terutama yang besar-besar, terbukti memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap opini publik sehingga berita sepele bisa disulap menjadi head line dan bikin heboh berhari-hari. Bukan hanya masyarakat, bahkan pihak pemerintahpun sering tanpa sadar mengeluarkan kebijakan karena terpengaruh pemberitaan di surat kabar.
Dengan kekuasaan yang dimilikinya, media-media cetak itu membentuk opini publik, memutarbalikkan fakta, membuat yang baik jadi tampak buruk atau sebaliknya, semata-mata demi tiras. Memang tidak semua seperti itu, namun dalam hal ini Pullman hendak menyampaikan fakta betapa berkuasanya pers, bahkan di sebuah negera sebesar Inggris sekali pun. Inilah yang saya maksud di atas dengan “hal yang mestinya menjadi konsumsi orang dewasa”.
Mungkin Pullman terinspirasi dongeng Cinderella dalam menciptakan I Was a Rat! ini. Tokoh Roger adalah salah seekor tikus yang disihir Peri Biru jadi pelayan Sang Putri ke pesta dansa. Meskipun Sang Putri bukan Cinderella, tetapi kisahnya mirip dengan Gadis Abu itu. Kemudian Pullman meraciknya sedemikian rupa, membawa keluar tikus itu ke dunia riil manusia yang keras, penuh iri dengki, kebohongan, kejahatan moral, sekaligus juga cinta kasih yang senantiasa terbukti–dengan kekuatannya– menjadi pemenang. Tidak ada yang bisa saya ucapkan untuk buku ini selain : keren banget!***ENDAH SULWESI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar