Judul buku: Jack si Pelompat
Judul asli: Spring-Heeled Jack
Penulis: Philip Pullman
Penerjemah: Yashinta Melati F
Penerbit: PT Gramedia Pustka Utama
Cetakan: I, 2008
Tebal: 128 hlm
Tentu saja pertimbangan pertama saya membaca buku ini karena pengarangnya, Philip Pullman. Saya “jatuh cinta” pada penulis dongeng asal Inggris ini. Tiga bukunya telah saya baca: Putri si Pembuat Kembang Api, Dulu Aku Tikus, dan Si Pembuat Jam. Jack si Pelompat ini menjadi buku keempatnya yang saya baca. Semuanya tipis, hanya berkisar di 100-an halaman saja.
Yang menarik dari keempat buku Pullman itu selain ceritanya yang sederhana sekaligus fantastis adalah juga gambar-gambar ilustrasi yang tertera di setiap halamannya. Gambar-gambar tersebut menjadi bagian yang kocak dari dongengnya yang memukau. Ilustrasi itu berupa gambar hitam putih dan seperti komik memuat juga dialog tokoh-tokohnya.
Judul asli: Spring-Heeled Jack
Penulis: Philip Pullman
Penerjemah: Yashinta Melati F
Penerbit: PT Gramedia Pustka Utama
Cetakan: I, 2008
Tebal: 128 hlm
Tentu saja pertimbangan pertama saya membaca buku ini karena pengarangnya, Philip Pullman. Saya “jatuh cinta” pada penulis dongeng asal Inggris ini. Tiga bukunya telah saya baca: Putri si Pembuat Kembang Api, Dulu Aku Tikus, dan Si Pembuat Jam. Jack si Pelompat ini menjadi buku keempatnya yang saya baca. Semuanya tipis, hanya berkisar di 100-an halaman saja.
Yang menarik dari keempat buku Pullman itu selain ceritanya yang sederhana sekaligus fantastis adalah juga gambar-gambar ilustrasi yang tertera di setiap halamannya. Gambar-gambar tersebut menjadi bagian yang kocak dari dongengnya yang memukau. Ilustrasi itu berupa gambar hitam putih dan seperti komik memuat juga dialog tokoh-tokohnya.
Jack si Pelompat adalah seorang pahlawan pembela kebenaran dan pembasmi kejahatan yang hidup pada zaman Victoria, zaman sebelum ada Superman dan Batman. Menurut situs Wikipedia, si Jack yang suka melompat ini merupakan salah satu tokoh cerita rakyat Inggris yang sangat terkenal. Pertama kali namanya muncul pada 1837. Rupanya si Jack ini bukan sekadar tokoh dongeng rekaan Pullman. Ia telah lama hidup dalam legenda rakyat Inggris.
Dalam setiap aksinya, Jack memakai kostum seperti setan dan dia melompati atap-atap rumah dengan bantuan per yang dipasang di tumit sepatunya. Ia dikisahkan mampu melompat sangat tinggi.
Jika ada jagoan tentu harus ada penjahat dan harus ada korban yang diselamatkan. Maka, cerita pun bergulir dari sebuah panti asuhan di London. Panti Asuhan Alderman Cawn-Plaster Memorial namanya. Di panti asuhan itu tinggallah tiga bocah bersaudara, Rose, Lily, dan Ned Summers. Mereka menjadi yatim piatu sejak kepergian ayah mereka ke Australia dan ibu mereka meninggal tak lama setelah itu.
Panti asuhan itu dikelola oleh dua orang dewasa yang jahat, Mr Killjoy dan Miss Gasket. Tempat tersebut mungkin tempat paling buruk di dunia di mana selimut, penjaga, dan rasa buburnya sama dingin dan tidak enaknya.
Lantaran tidak tahan lagi, ketiga kakak beradik tersebut pada suatu malam memutuskan minggat dari tempat yang menyeramkan itu. Mereka berniat kabur ke pelabuhan untuk kemudian menumpang kapal yang akan membawa mereka ke Amerika. Oh, tentu saja upaya kabur mereka tidaklah mulus. Mereka harus berhadap-hadapan dulu dengan berbagai kendala, termasuk di antaranya ancaman dari Mack si Pelempar Pisau.
Nah, nah, sudah bisa diduga di sinilah sang jagoan, Jack si Pelompat berperan membela ketiga bersaudara itu. Ia membantu mereka meloloskan diri dari kekejaman Miss Gasket dan temannya, Mr Killjoy. Berhasilkah? Sudah pastilah….:)
Spoiler? Tidak juga, karena umumnya cerita anak-anak adalah tentang kebenaran melawan kebatilan. Pesan moralnya hampir selalu bisa dipastikan: berbuat baiklah selalu agar dirimu selamat. Hitam putih.
Yang keren lagi di samping ilustrasinya adalah juga judul-judul setiap babnya. Pullman mengutip kalimat dari buku-buku yang dibacanya. Misalnya, Bab Satu : “Malam yang gelap dan berangin….” Alexander Dumas, Three Musketeers. Atau Bab Tujuh: “Aku tak berani berhenti untuk beristirahat sejenak…” Tove Johnson, The Expolit of Moominpapa. Yang paling kocak adalah di bab sebelas, ketika Pullman mengutip kata-katanya sendiri: “Sementara itu di panti asuhan…” Philip Pullman, Spring-Heeled Jack.
Pullman sangat mengerti bagaimana memanjakan anak-anak selaku pembaca utamanya. Ia menggunakan bahasa yang mudah dicerna serta plot yang lurus. Tokoh jagoan Jack si Pelompat dihadirkan tidak sebagai superhero yang sakti mandraguna. Ia hanya seorang lelaki baik hati yang suka menolong. Ia tidak bisa terbang bagai Superman atau memiliki mobil keren yang canggih seperti Batman. Ia hanya mengandalkan keberanian dan sepasang per di kedua tumit sepatunya untuk melompat dari atap ke atap. Namun demikian, setiap bandit yang berhadapan dengannya pasti akan berakhir mengenaskan.
Selain Jack, ada lagi tokoh protagonis yang menolong Rose dan adik-adiknya. Mereka berasal dari orang-orang biasa. Jim si kelasi serta kekasihnya, Polly, pelayan di hotel Saveloy. Kedua sejoli ini dengan ringan hati memberikan bantuan untuk menyelamatkan anak-anak malang itu. Satu lagi pesan moral: tak perlu jadi superhero dulu untuk menlong orang lain. Yang dibutuhkan hanya dua hal: keberanian dan kebaikan hati.
Bukan begitu, adik-adik?***
Dalam setiap aksinya, Jack memakai kostum seperti setan dan dia melompati atap-atap rumah dengan bantuan per yang dipasang di tumit sepatunya. Ia dikisahkan mampu melompat sangat tinggi.
Jika ada jagoan tentu harus ada penjahat dan harus ada korban yang diselamatkan. Maka, cerita pun bergulir dari sebuah panti asuhan di London. Panti Asuhan Alderman Cawn-Plaster Memorial namanya. Di panti asuhan itu tinggallah tiga bocah bersaudara, Rose, Lily, dan Ned Summers. Mereka menjadi yatim piatu sejak kepergian ayah mereka ke Australia dan ibu mereka meninggal tak lama setelah itu.
Panti asuhan itu dikelola oleh dua orang dewasa yang jahat, Mr Killjoy dan Miss Gasket. Tempat tersebut mungkin tempat paling buruk di dunia di mana selimut, penjaga, dan rasa buburnya sama dingin dan tidak enaknya.
Lantaran tidak tahan lagi, ketiga kakak beradik tersebut pada suatu malam memutuskan minggat dari tempat yang menyeramkan itu. Mereka berniat kabur ke pelabuhan untuk kemudian menumpang kapal yang akan membawa mereka ke Amerika. Oh, tentu saja upaya kabur mereka tidaklah mulus. Mereka harus berhadap-hadapan dulu dengan berbagai kendala, termasuk di antaranya ancaman dari Mack si Pelempar Pisau.
Nah, nah, sudah bisa diduga di sinilah sang jagoan, Jack si Pelompat berperan membela ketiga bersaudara itu. Ia membantu mereka meloloskan diri dari kekejaman Miss Gasket dan temannya, Mr Killjoy. Berhasilkah? Sudah pastilah….:)
Spoiler? Tidak juga, karena umumnya cerita anak-anak adalah tentang kebenaran melawan kebatilan. Pesan moralnya hampir selalu bisa dipastikan: berbuat baiklah selalu agar dirimu selamat. Hitam putih.
Yang keren lagi di samping ilustrasinya adalah juga judul-judul setiap babnya. Pullman mengutip kalimat dari buku-buku yang dibacanya. Misalnya, Bab Satu : “Malam yang gelap dan berangin….” Alexander Dumas, Three Musketeers. Atau Bab Tujuh: “Aku tak berani berhenti untuk beristirahat sejenak…” Tove Johnson, The Expolit of Moominpapa. Yang paling kocak adalah di bab sebelas, ketika Pullman mengutip kata-katanya sendiri: “Sementara itu di panti asuhan…” Philip Pullman, Spring-Heeled Jack.
Pullman sangat mengerti bagaimana memanjakan anak-anak selaku pembaca utamanya. Ia menggunakan bahasa yang mudah dicerna serta plot yang lurus. Tokoh jagoan Jack si Pelompat dihadirkan tidak sebagai superhero yang sakti mandraguna. Ia hanya seorang lelaki baik hati yang suka menolong. Ia tidak bisa terbang bagai Superman atau memiliki mobil keren yang canggih seperti Batman. Ia hanya mengandalkan keberanian dan sepasang per di kedua tumit sepatunya untuk melompat dari atap ke atap. Namun demikian, setiap bandit yang berhadapan dengannya pasti akan berakhir mengenaskan.
Selain Jack, ada lagi tokoh protagonis yang menolong Rose dan adik-adiknya. Mereka berasal dari orang-orang biasa. Jim si kelasi serta kekasihnya, Polly, pelayan di hotel Saveloy. Kedua sejoli ini dengan ringan hati memberikan bantuan untuk menyelamatkan anak-anak malang itu. Satu lagi pesan moral: tak perlu jadi superhero dulu untuk menlong orang lain. Yang dibutuhkan hanya dua hal: keberanian dan kebaikan hati.
Bukan begitu, adik-adik?***