Judul Buku: Chocolat
Judul asli: Chocolat
Penulis: Joanne Harris
Penerjemah: Ibnu Setiawan
Penyunting: Wendratama
Penerbit: Bentang
Cetakan: I, 2007
Tebal: xii + 374 hlm
Pada sebuah Februari yang dingin menjelang Paskah, Vianne Rocher bersama putrinya, Anouk, tiba di Lansquenet-sous-Tannes, desa kecil di Prancis berpenduduk 200 jiwa saja. Ia tiba bertepatan dengan hari karnaval. Seluruh orang tampak gembira. Desa kecil itu terasa hidup dan penuh warna. Udara dipenuhi aroma hangat panekuk dan sosis goreng, juga rasa manis kue wafel berlapis gula bubuk. Toko-toko berhias kertas warna-warni dan bunga-bunga. Orang-orang memakai kostum aneka tokoh dongeng dunia. Musik dari drum yang ditabuh, tiupan terompet dan seruling menambah gembira suasana. Saat itu Vianne langsung memutuskan untuk tinggal di desa tersebut.
Ia membeli sebuah bangunan tua bekas toko roti. Dengan sentuhan sedikit di sana-sini, bangunan itu disulapnya menjadi sebuah chocolaterie, toko cokelat dengan papan nama La Celeste Praline. Letak toko cokelatnya berhadapan langsung dengan gereja desa yang dipimpin seorang pastor konservatif Francis Reynaud.
Vianne memang ahli membuat cokelat yang sesungguhnya seperti yang diminum oleh bangsa Aztec dalam ritual ribuan tahun silam. Ia juga ahli membuat kue-kue, gula-gula, dan aneka makanan lainnya berbahan dasar cokelat. Ia membentuknya serupa binatang, rumah, bunga-bunga, bintang, buah-buahan, dan sebagainya.
Entah karena keramahtamahan Vianne atau lantaran cokelatnya yang lezat, toko kecil itu segera saja disukai warga desa. Setiap hari, seperti tersihir, mereka mendatangi La Celeste Praline untuk menikmati minuman dan aneka kue cokelat atau sekadar mengobrol.
Namun, sebagaimana banyak desa di dunia, ada saja orang-orang yang tidak suka dengan pendatang baru. Pastor Reynaud dan beberapa warga lain tidak suka pada kehadiran Vianne dan toko cokelatnya itu. Reynaud yang tak pernah mencicipi cokelat sejak kecil secara terang-terangan menunjukkan sikap bermusuhan dengan ibu dan anak yang tidak pernah datang ke gerejanya itu. Baginya, wanita yang punya anak tanpa suami itu adalah pengaruh buruk buat warga desa yang selama ini selalu hanya mematuhinya. Lebih-lebih dengan beraninya Vianne berencana menyelenggarakan festival cokelat tepat pada hari Paskah. Itu sama saja artinya dengan mengibarkan bendera Perang Salib. Masyarakat harus diselamatkan dari ancaman “tukang sihir” tersebut.
Plot novel ini secara bergantian diceritakan melalui dua perspektif : Vianne Rocher dan Pastor Reynaud, pusat konflik kisah ini. Kedua karekater utama ini berdiri pada posisi berseberangan seperti toko cokelat dan gereja. Reynaud adalah simbol orang-orang munafik yang menutupi watak buruk dengan penampilan mereka sebagai warga terhormat, tokoh masyarakat, dan bahkan pemimpin agama.
Sementara Vianne adalah pribadi hangat, berani, penuh semangat hidup, dan ekspresif. Seorang perempuan yang cerdas dan mandiri, berkepribadian kuat, penuh percaya diri. Sejenis orang yang percaya bahwa berbuat baik tidak harus dengan rajin ke gereja. Sebenarnya, kedua insan yang bermusuhan ini memiliki latar belakang riwayat hidup yang mirip. Sama-sama pernah mengalami masa kecil yang tidak bahagia. Hanya kemudian mereka menyikapinya secara berbeda.
Konflik Reynaud dan Vianne terbangun sejak awal cerita diselingi peristiwa-peristiwa lain yang menggambarkan kehidupan khas masyarakat desa yang senang bergosip dan usil namun sekaligus juga akrab, saling peduli satu sama lain. Klimaksnya adalah pada pagi hari pelaksanaan Festival Cokelat. Ending yang nakal dan tak terduga. Perseteruan Vianne dan Reynaud ini pastinya menjadi bagian paling menarik yang membuat kita ingin tahu bagaimana akhirnya.
Yang juga tak kalah menarik adalah tatkala tiba pada bagian-bagian membahas kue-kue cokelat itu. Deskripsinya begitu hidup, seolah-olah semua makanan lezat itu benar-benar tersaji di hadapan kita, bikin kita terpaksa menelan ludah ketika membacanya: bitter orange cracknel, apricot marzipan roll, cerisette russe, white rum truffle, coklat dengan butir-butir jahe dalam cangkang gula yang keras, cokelat beraroma cendana, kayu manis, dan limau; lapisan cokelat bertabur potongan kecil buah persik yang dicelup dalam madu dan brandy, fondant caramel, manon blanc dengan krim segar dan almond…..Huuu..semuanya terdengar enak. Sesaat saya jadi ingat novel Like Water for Chocolate (Laura Esquivel).
Tentu ada juga kisah cintanya walaupun cuma samar-samar, antara Roux, pemuda gipsi yang tinggal di rumah perahu dan sangat dibenci oleh Reynaud, dengan Vianne. Bukan kisah cinta yang vulgar, malah nyaris tidak kelihatan. Joanne menyampaikan dengan halus melalui letupan-letupan kecil kecemburuan Vianne.
Joanne Harris, penulis novel ini, mendapat ide tentang toko cokelat dari pengalaman masa kanak-kanaknya di Prancis. Kakeknya punya sebuah toko permen. Sehari-hari hidup Joanne Michele Sylvie Harris kecil yang lahir pada 3 Juli 1964 ini dipenuhi aneka permen dan makanan serta dongeng-dongeng rakyat. Bahkan nenek buyutnya, kepada siapa buku ini didedikasikan, dikenal sebagai penyihir dan semacam dukun penyembuh (healer). Kenang-kenangannya tentang sang nenek buyut diabadikan dalam tokoh eksentrik di novel ini, Armande Voizin.
Novel ini ditulis pada 1999. Setahun kemudian dibuat filmnya yang dibintangi oleh Juliette Binoche dan Johnny Depp dan masuk nominasi Oscar untuk 5 kategori, termasuk untuk film dan pemeran wanita terbaik.
Untuk bukunya, saya beri tiga bintang.
Judul asli: Chocolat
Penulis: Joanne Harris
Penerjemah: Ibnu Setiawan
Penyunting: Wendratama
Penerbit: Bentang
Cetakan: I, 2007
Tebal: xii + 374 hlm
Pada sebuah Februari yang dingin menjelang Paskah, Vianne Rocher bersama putrinya, Anouk, tiba di Lansquenet-sous-Tannes, desa kecil di Prancis berpenduduk 200 jiwa saja. Ia tiba bertepatan dengan hari karnaval. Seluruh orang tampak gembira. Desa kecil itu terasa hidup dan penuh warna. Udara dipenuhi aroma hangat panekuk dan sosis goreng, juga rasa manis kue wafel berlapis gula bubuk. Toko-toko berhias kertas warna-warni dan bunga-bunga. Orang-orang memakai kostum aneka tokoh dongeng dunia. Musik dari drum yang ditabuh, tiupan terompet dan seruling menambah gembira suasana. Saat itu Vianne langsung memutuskan untuk tinggal di desa tersebut.
Ia membeli sebuah bangunan tua bekas toko roti. Dengan sentuhan sedikit di sana-sini, bangunan itu disulapnya menjadi sebuah chocolaterie, toko cokelat dengan papan nama La Celeste Praline. Letak toko cokelatnya berhadapan langsung dengan gereja desa yang dipimpin seorang pastor konservatif Francis Reynaud.
Vianne memang ahli membuat cokelat yang sesungguhnya seperti yang diminum oleh bangsa Aztec dalam ritual ribuan tahun silam. Ia juga ahli membuat kue-kue, gula-gula, dan aneka makanan lainnya berbahan dasar cokelat. Ia membentuknya serupa binatang, rumah, bunga-bunga, bintang, buah-buahan, dan sebagainya.
Entah karena keramahtamahan Vianne atau lantaran cokelatnya yang lezat, toko kecil itu segera saja disukai warga desa. Setiap hari, seperti tersihir, mereka mendatangi La Celeste Praline untuk menikmati minuman dan aneka kue cokelat atau sekadar mengobrol.
Namun, sebagaimana banyak desa di dunia, ada saja orang-orang yang tidak suka dengan pendatang baru. Pastor Reynaud dan beberapa warga lain tidak suka pada kehadiran Vianne dan toko cokelatnya itu. Reynaud yang tak pernah mencicipi cokelat sejak kecil secara terang-terangan menunjukkan sikap bermusuhan dengan ibu dan anak yang tidak pernah datang ke gerejanya itu. Baginya, wanita yang punya anak tanpa suami itu adalah pengaruh buruk buat warga desa yang selama ini selalu hanya mematuhinya. Lebih-lebih dengan beraninya Vianne berencana menyelenggarakan festival cokelat tepat pada hari Paskah. Itu sama saja artinya dengan mengibarkan bendera Perang Salib. Masyarakat harus diselamatkan dari ancaman “tukang sihir” tersebut.
Plot novel ini secara bergantian diceritakan melalui dua perspektif : Vianne Rocher dan Pastor Reynaud, pusat konflik kisah ini. Kedua karekater utama ini berdiri pada posisi berseberangan seperti toko cokelat dan gereja. Reynaud adalah simbol orang-orang munafik yang menutupi watak buruk dengan penampilan mereka sebagai warga terhormat, tokoh masyarakat, dan bahkan pemimpin agama.
Sementara Vianne adalah pribadi hangat, berani, penuh semangat hidup, dan ekspresif. Seorang perempuan yang cerdas dan mandiri, berkepribadian kuat, penuh percaya diri. Sejenis orang yang percaya bahwa berbuat baik tidak harus dengan rajin ke gereja. Sebenarnya, kedua insan yang bermusuhan ini memiliki latar belakang riwayat hidup yang mirip. Sama-sama pernah mengalami masa kecil yang tidak bahagia. Hanya kemudian mereka menyikapinya secara berbeda.
Konflik Reynaud dan Vianne terbangun sejak awal cerita diselingi peristiwa-peristiwa lain yang menggambarkan kehidupan khas masyarakat desa yang senang bergosip dan usil namun sekaligus juga akrab, saling peduli satu sama lain. Klimaksnya adalah pada pagi hari pelaksanaan Festival Cokelat. Ending yang nakal dan tak terduga. Perseteruan Vianne dan Reynaud ini pastinya menjadi bagian paling menarik yang membuat kita ingin tahu bagaimana akhirnya.
Yang juga tak kalah menarik adalah tatkala tiba pada bagian-bagian membahas kue-kue cokelat itu. Deskripsinya begitu hidup, seolah-olah semua makanan lezat itu benar-benar tersaji di hadapan kita, bikin kita terpaksa menelan ludah ketika membacanya: bitter orange cracknel, apricot marzipan roll, cerisette russe, white rum truffle, coklat dengan butir-butir jahe dalam cangkang gula yang keras, cokelat beraroma cendana, kayu manis, dan limau; lapisan cokelat bertabur potongan kecil buah persik yang dicelup dalam madu dan brandy, fondant caramel, manon blanc dengan krim segar dan almond…..Huuu..semuanya terdengar enak. Sesaat saya jadi ingat novel Like Water for Chocolate (Laura Esquivel).
Tentu ada juga kisah cintanya walaupun cuma samar-samar, antara Roux, pemuda gipsi yang tinggal di rumah perahu dan sangat dibenci oleh Reynaud, dengan Vianne. Bukan kisah cinta yang vulgar, malah nyaris tidak kelihatan. Joanne menyampaikan dengan halus melalui letupan-letupan kecil kecemburuan Vianne.
Joanne Harris, penulis novel ini, mendapat ide tentang toko cokelat dari pengalaman masa kanak-kanaknya di Prancis. Kakeknya punya sebuah toko permen. Sehari-hari hidup Joanne Michele Sylvie Harris kecil yang lahir pada 3 Juli 1964 ini dipenuhi aneka permen dan makanan serta dongeng-dongeng rakyat. Bahkan nenek buyutnya, kepada siapa buku ini didedikasikan, dikenal sebagai penyihir dan semacam dukun penyembuh (healer). Kenang-kenangannya tentang sang nenek buyut diabadikan dalam tokoh eksentrik di novel ini, Armande Voizin.
Novel ini ditulis pada 1999. Setahun kemudian dibuat filmnya yang dibintangi oleh Juliette Binoche dan Johnny Depp dan masuk nominasi Oscar untuk 5 kategori, termasuk untuk film dan pemeran wanita terbaik.
Untuk bukunya, saya beri tiga bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar