Sabtu, 08 Desember 2007

OUT : Kebebasan Itu Mahal

Judul Buku : Out
Penulis : Natsuo Kirino
Penerjemah : Lulu Wijaya
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I – April 2007
Tebal : 571 hlm

Mungkin di antara kita masih ada yang mengingat dengan baik peristiwa menggemparkan yang terjadi pada 1990-an awal, yaitu pembunuhan atas Ny.Dyah oleh suaminya sendiri. Tak cukup hanya menghabisi nyawa, si suami lalu memotong-motong tubuh perempuan yang pernah menjadi istrinya itu dan kemudian membuangnya – setelah dimasukkan dalam karung goni – di depan Kampus IKIP Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta).

Dari pengakuannya di hadapan polisi, si suami sadis yang berprofesi sebagai guru sekolah menengah ini melakukan mutilasi tersebut di dapur dengan menggunakan gergaji. Dan kita dibuat terpana. Kok bisa ya ada orang setega itu kepada istrinya sendiri? Kemana menguapnya cinta di antara mereka ya?

Peristiwa itulah yang pertama kali terlintas di benak saya saat membaca novel Out karya Natsuo Kirino. Hanya saja, dalam karya fiksi ini korbannya justru sang suami.

Barangkali bila pembunuhan itu dilakukan oleh penjahat atau yakuza akan tidak terlampau menarik. Penjahat berbuat jahat kan sesuatu yang biasa. Tetapi ketika empat orang perempuan baik-baik berstatus istri dan ibu rumah tangga terlibat di dalamnya, maka kisahnya menjadi "tidak biasa".

Tewasnya Kenji Yamamoto secara mengenaskan – potongan-potongan tubuhnya ditemukan dalam lima belas kantong plastik hitam di tempat sampah – membawa penyelidikan polisi kepada Satake, pemilik sebuah rumah judi ilegal. Dari data yang diperoleh polisi, pada malam terbunuhnya Kenji, diketahui bahwa Satake sempat memukuli Kenji di rumah judinya. Beberapa saksi mata memberi keterangan yang memberatkan Satake ditambah pula dengan catatan kriminal yang dimilikinya di masa lalu. Ia tercatat pernah dipenjara lantaran kasus pemerkosaan disertai pembunuhan.

Sebetulnya, polisi sempat menaruh curiga pada istri korban, Yayoi, sebagai pelaku pembunuhan itu. Namun, karena Yayoi bisa memberikan alibi yang meyakinkan, menjadi mentahlah semua dugaan itu. Apa lagi alibi tersebut diperkuat oleh keterangan dan kesaksian para rekan kerjanya di pabrik makanan kotak yang sama-sama bertugas shift malam pada malam kejadian itu. Bahkan pada akhirnya polisi pun terpaksa kudu juga melepaskan Satake karena tidak ditemukan bukti-bukti yang cukup untuk menyeretnya dengan pasal pembunuhan.

Sekeluarnya dari bui, Satake nyaris bangkrut total. Usaha judi dan bar yang dirintisnya dari nol hancur musnah akibat kasus Kenji itu. Maka, ia pun bertekat menemukan pembunuh yang sebenarnya demi membalaskan dendam dan sakit hatinya.

Berkat pengalamannya, tak memakan waktu lama Satake segera menemukan petunjuk ke arah yang benar. Ia berhasil mengetahui pembunuh Kenji sesungguhnya beserta pelaku tindak mutilasi. Mereka adalah empat sekawan para wanita pegawai shift malam di pabrik makanan kotak : Yayoi, seperti sudah disebut di atas, adalah pembunuhnya; dibantu kemudian oleh Masako, Yoshie, dan Kuniko sebagai pelaku mutilasi.

Ironisnya, para wanita ‘sadis’ ini, justru muncul sebagai tokoh protagonis. Mereka, terkecuali Kuniko, menjelma semacam jagoan (pahlawan) yang mempecundangi para lelaki. Mereka, terutama Masako yang menjadi ruh novel ini, sukses merebut simpati kita. Kita pun lalu bisa memaklumi dan menerima semua alasan dan motivasi keterlibatan mereka sembari diam-diam berharap mereka selamat.

Keempat wanita ini menjadi karakter utama dalam Out. Mereka hadir sebagai warga masyarakat biasa dari kalangan menengah bawah yang mesti berjuang dan bekerja keras demi menyambung hidup di kota besar (Tokyo).

Mereka tinggal di apartemen murah dan harus bekerja paruh waktu di malam hari agar dapat upah lumayan sebagai buruh pabrik Siang hari mereka adalah para ibu rumah tangga yang harus mengurus suami pecundang, anak-anak, dan kadang-kadang juga cucu serta ibu mertua yang jompo dan cerewet. Belum lagi godaan gaya hidup konsumtif yang ditawarkan setiap hari di televisi, film, koran-koran, dan majalah.. Sebuah gambaran realisme yang dipetik Kirino dari masyarakat Jepang kelas bawah yang masih konservatif.

Maka, dengan caranya masing-masing para wanita ini memilih membebaskan diri keluar dari tekanan persoalan, kendati harus membayar mahal.

Sebagai sebuah novel detektif, daya tarik utama Out ada pada suspens yang muncul hampir di sekujur tubuh cerita, mengetuk-ngetuk saraf kepenasaran kita. Kirino telah merancang cerita ini dengan sangat mengagumkan. Kisahnya bergulir wajar dengan tempo cepat. Karakter-karakternya terasa begitu hidup dan alamiah : Masako yang dingin, cerdas dan rasional, Yayoi yang rapuh, Yoshie yang tabah, serta Kuniko yang boros dan minderan.

Tak ada yang tampak diforsir atau mubazir. Bahkan, adegan darah yang muncratpun dihadirkan secara wajar, layaknya film-film besutan Quentin Tarrantino. Cipratan darah dan potongan-potongan tubuh itu bisa jadi memualkan, namun di situlah justru nikmatnya yang membuat saya tak sabar ingin membaca lagi karya Natsuo Kirino berikutnya.

Endah Sulwesi 23/4

2 komentar:

The Love You Make mengatakan...

wah saya baru saja menyelesaikan Out tadi sore,,menegangkan ya,,ternyata endingnya ga seperti dugaan saya,,tetap saja Masako dan keluarganya misterius,, =b

Anonim mengatakan...

Ya. Masako, yayoi dan kuniko kehidupannya masih tetap suram. BTW masako pergi kemana y? Apa beneran ke meksiko?