Selasa, 09 September 2008

Olenka


Judul buku: Olenka
Penulis: Budi Darma
Penerbit: Balai Pustaka
Cetakan: Keempat, 1992
Tebal: 232 hlm.



Budi Darma, sedikit dari begawan sastra yang kita miliki, mengaku menulis masterpiece-nya ini hanya dalam waktu tiga minggu saja. Diawali oleh perjumpaan beliau dengan seorang perempuan di sebuah lift gedung Tulip Tree di Bloomington, Amerika Serikat pada 1979. Saat itu musim dingin dengan suhu udara yang, seperti ditulisnya, sangat kurang ajar. Beliau hampir tertinggal lift, namun untungnya seorang wanita yang telah lebih dulu ada dalam kotak itu membukakan pintu dan mempersilakannya masuk. Wanita itu bersama tiga orang bocah lelaki dekil dan kumal. Oleh karena wajah ketiga bocah tersebut mirip dengan si wanita, Budi Darma sempat mengira mereka adalah ibu dan anak-anaknya. Tetapi ternyata sangkaannya keliru.


Sesampai di kamar apartemennya, Budi Darma segera mengambil mesin tulis hendak membuat cerpen berdasarkan pengalamannya berjumpa dengan wanita dan tiga bocah gelandangan itu. Tetapi, ia tak bisa berhenti menulis sehingga bukan lagi cerpen yang dibikinnya melainkan novel. Maka, sesudah tiga pekan lahirlah Olenka. Empat tahun kemudian (1983) novel tersebut diterbitkan oleh Balai Pustaka.


Seingat saya, pertama kali saya membaca novel yang memenangi Hadiah Sastra Dewan Kesenian Jakarta tahun 1983 ini, saat saya duduk di bangku SMP. Bukunya saya pinjam di perpustakaan sekolah. Tak ada yang tersisa dari pembacaan saya kecuali ingatan tentang Olenka yang gemar membaca buku di taman. Selebihnya, gelap.


Maka, ketika saya membaca kembali buku ini, saya seperti membaca sebuah buku yang belum pernah saya baca sama sekali.


Baiklah, baiklah. Saya harus kasih empat bintang untuk novel ini. Novel ini benar-benar membuat saya terpukau, tertawa, dan berkali-kali bergumam : “Sinting! Benar-benar sinting!”


Yang sinting itu bukan pengarangnya tentu. Kalau “makian” itu saya tujukan untuk pengarangnya, pasti akan saya beri tanda petik di antara kata sinting itu. Sebutan sinting itu saya tujukan kepada para tokoh dalam buku yang sudah beberapa kali mengalami cetak ulang ini.


Pertama, pastilah untuk Fanton Drummond, tokoh utama sekaligus narator dalam kisah yang berseting Bloomington ini, kota tempat Budi Darma pernah tinggal sebagai mahasiswa di Universitas Indiana. Fanton Drummond, bekerja sebagai sutradara pembuat film iklan, adalah seorang dengan masa lalu yang kelam. Ia yatim piatu sejak kecil yang diangkat anak oleh suami istri Drummond. Tetapi itu tidak lama, sebab kedua orang tua angkatnya itu tewas dalam sebuah kecelakaan lalu lintas dan ia harus kembali dipelihara oleh negara. Setamat SMA, Drummond bekerja serabutan sebelum akhirnya memperoleh beasiswa untuk melanjutkan ke universitas. Ia tumbuh menjadi pribadi yang kesepian sehingga kerap bertingkah aneh, seperti menulis surat untuk dirinya sendiri dengan berpura-pura surat tersebut ditulis oleh gadis yang ditaksirnya.


Fanton Drummond jatuh cinta dan menjalin affair dengan Olenka, istri Wayne Danton, suami pecundang yang terobsesi menjadi penulis besar. Masa silam Olenka tak kalah gelap dibanding kekasihnya, Fanton. Ia memiliki bakat besar menjadi pelukis, tetapi kedua orang tuanya tak mendukung cita-citanya. Ia pernah terlibat cinta sejenis dengan seorang perempuan yang disebutnya Winifred, diambil dari nama tokoh dalam novel The Rainbow karya D.H. Lawrence. Agar ia tetap dianggap “normal”, maka kemudian ia menikahi Wayne Danton.


Suami Olenka ini juga tak kurang “sakit”-nya. Ia terobsesi menjadi seorang penulis besar sehingga tidak sudi melakukan pekerjaan lain kecuali menulis. Dari sekian banyak cerita yang ditulisnya, hanya beberapa biji saja yang berhasil dimuat koran. Sementara itu, Olenka dibiarkan bekerja menafkahi rumah tangga mereka dan ia sendiri lebih suka menganggur, menjadi parasit.


Begitulah. Dalam novel ini Budi Darma menyajikan sebuah pertunjukan drama manusia dengan karakter-karakter yang “sakit”, yang hidupnya senantiasa terbentur-bentur dan tidak malu mengakui sisi buruk dirinya. Sebab bagi Budi Darma, manusia adalah makhluk yang penuh luka, hina dina, dan sekaligus agung dan anggun. Manusia bukanlah makhluk yang enak (hlm.224). Tokoh-tokoh dalam Olenka bukanlah para pahlawan. Mereka hanya manusia biasa yang jujur dan berani berterus terang ihwal diri mereka yang sebenarnya.


Membaca buku ini, sekejap saya teringat novel karya satrawan Rusia Fyodor Dostoyesky, Crime and Punishment, yang juga meneropong jauh ke dalam pergumulan jiwa manusia. Menurut Budi Darma, begitu kita terjun ke dalam pikiran seseorang, kita akan mengetahui betapa kayanya pikiran orang itu dan kita dapat bercerita banyak mengenainya. Pada hakikatnya, masih mengutip sastrawan berusia 71 tahun ini, setiap orang adalah Immanuel Kant. Hidupnya terkungkung, akan tetapi pikirannya berloncatan ke sekian banyak dunia.


Dengan demikian, tidaklah mengherankan jika kemudian ia banyak menciptakan karakter-karakter kuat yang gelap dan riuh bergelut menemukan jati diri. ***




Tidak ada komentar: